Pembelajaran berbasis tematik pada kelas rendah (kelas 1 - 3) telah terbiasa dilakukan oleh guru semenjak diterbitkannya kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pada tahun 2006. Pembelajaran tematik bertolak dari anggapan bahwa peserta didik pada usia 6 hingga 9 tahun masih berfikir secara integral atau menyeluruh. Oleh karena itu pada usia tersebut (kelas 1 - 3) diterapkan pembelajaran tematik. Pada tahun 2013 kembali diluncurkan kurikulum baru, yang merupakan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya. Pada kurikulum yang baru ini, pembelajaran tematik diterapkan dari kelas rendah hingga kelas tinggi (kelas 1 hingga kelas 6). Bagi sebagian guru kelas rendah, pembelajaran tematik tentu sudah biasa meskipun ada sedikit penyempurnaan. Nah, bagaimana dengan pembelajaran tematik di kelas tinggi oleh guru kelas tinggi yang umumnya membagi materi ke dalam mata pelajaran?
Kendala yang muncul pada penerapan tematik di kelas tinggi umumnya karena kedalaman atau cakupan materi yang lebih kompleks. Kelas tinggi (kelas 4 - 6) memiliki beban materi yang lebih mendalam dibanding kelas rendah.Hal ini mengakibatkan guru merasa sulit untuk mengaitkan materi dengan tema. Misalnya untuk kelas satu, operasi hitung masih sangat sederhana yang bisa diwakili oleh bagian-bagian tubuh seperti jari, mata, tangan dan lain sebagainya. Namun di kelas tinggi operasi hitung sudah menggunakan sifat-sifat pertukaran, penyebaran, pengelompokan dan sebagainya.
Untuk mengatasi hal ini, maka guru harus memperkaya diri dengan wawasan sehingga tema yang diambil dapat diperluas cakupannya, tidak sempit sehingga sangat terbatas. Dengan tema yang daya cakupnya luas, maka lebih banyak kemungkinan materi yang dapat dikaitkan dengan tema.
Kendala lain adalah pembagian waktu yang sulit. Seorang guru yang menguasai salah satu mata pelajaran dengan luas dan mendalam biasanya secara tidak sengaja akan menghabiskan waktunya untuk mengupas mata pelajaran yang ia sukai tersebut. Padahal masik ada kewajiban lain yang harus ia laksanakan yakni memfasilitasi peserta didik untuk mencapai kompetensi-kompetensi dari bidang lain meskipun pada dasarnya guru tersebut kurang menguasai atau bahkan kurang menyukai.
Bagi guru yang terlena dengan materi kesayangan, maka jangan segan-segan untuk membawa contekan poin-poin apa yang harus dilalui demi tidak terlena dan melupakan materi dari mata pelajaran lain.
Pembelajaran dilaksanakan secara tematik, namun tagihan evaluasi dan penilaian tetap terpisah per mata pelajaran. Ini juga terasa sebagai sebuah ganjalan bagi beberapa guru. Pembelajaran tematik yang dianjurkan untuk lebih fokus kepada pembinaan karakter peserta didik, namun penekanan kepada prestasi akademik (angka hasil tes tulis) juga masih jelas tegas dipertahankan apalagi oleh para pejabat pemerintahan.
Proses pembelajaran yang baik akan sedikit terganggu jika guru telah mentargetkan dengan nilai sebatas angka yang standarnya sama kepada seluruh siswa di kelas yang memiliki sifat dan karakteristik berbeda-beda, apalagi di kelas 6 yang menjadi sorotan utama di mata masyarakat luas adalah nilai UN, serta Lulus atau Tidak Lulus.
Bagi sebagian guru, ini juga menjadi bahan pekerjaan rumah. Antara proses dan hasil. Memang pada umumnya jika proses berjalan baik maka hasil akan baik, maka bagi rekan-rekan guru, selalu berkomitmen untuk melaksanakan proses pembelajaran sebaik-baiknya.
Sudah wajar jika sesuatu yang baru akan dirasakan lebih sulit karena setiap sesuatu yang baru perlu adanya penyesuaian disana-sini. Namun sebagai guru sebaiknya merespon setiap perubahan dengan positif dan didukung dengan adanya perubahan-perubahan dari sisi individu secara positif, dan sebagai bentuk dari inovasi diri seorang guru demi kemajuan anak-anak didiknya.
Kendala yang muncul pada penerapan tematik di kelas tinggi umumnya karena kedalaman atau cakupan materi yang lebih kompleks. Kelas tinggi (kelas 4 - 6) memiliki beban materi yang lebih mendalam dibanding kelas rendah.Hal ini mengakibatkan guru merasa sulit untuk mengaitkan materi dengan tema. Misalnya untuk kelas satu, operasi hitung masih sangat sederhana yang bisa diwakili oleh bagian-bagian tubuh seperti jari, mata, tangan dan lain sebagainya. Namun di kelas tinggi operasi hitung sudah menggunakan sifat-sifat pertukaran, penyebaran, pengelompokan dan sebagainya.
Untuk mengatasi hal ini, maka guru harus memperkaya diri dengan wawasan sehingga tema yang diambil dapat diperluas cakupannya, tidak sempit sehingga sangat terbatas. Dengan tema yang daya cakupnya luas, maka lebih banyak kemungkinan materi yang dapat dikaitkan dengan tema.
Kendala lain adalah pembagian waktu yang sulit. Seorang guru yang menguasai salah satu mata pelajaran dengan luas dan mendalam biasanya secara tidak sengaja akan menghabiskan waktunya untuk mengupas mata pelajaran yang ia sukai tersebut. Padahal masik ada kewajiban lain yang harus ia laksanakan yakni memfasilitasi peserta didik untuk mencapai kompetensi-kompetensi dari bidang lain meskipun pada dasarnya guru tersebut kurang menguasai atau bahkan kurang menyukai.
Bagi guru yang terlena dengan materi kesayangan, maka jangan segan-segan untuk membawa contekan poin-poin apa yang harus dilalui demi tidak terlena dan melupakan materi dari mata pelajaran lain.
Pembelajaran dilaksanakan secara tematik, namun tagihan evaluasi dan penilaian tetap terpisah per mata pelajaran. Ini juga terasa sebagai sebuah ganjalan bagi beberapa guru. Pembelajaran tematik yang dianjurkan untuk lebih fokus kepada pembinaan karakter peserta didik, namun penekanan kepada prestasi akademik (angka hasil tes tulis) juga masih jelas tegas dipertahankan apalagi oleh para pejabat pemerintahan.
Proses pembelajaran yang baik akan sedikit terganggu jika guru telah mentargetkan dengan nilai sebatas angka yang standarnya sama kepada seluruh siswa di kelas yang memiliki sifat dan karakteristik berbeda-beda, apalagi di kelas 6 yang menjadi sorotan utama di mata masyarakat luas adalah nilai UN, serta Lulus atau Tidak Lulus.
Bagi sebagian guru, ini juga menjadi bahan pekerjaan rumah. Antara proses dan hasil. Memang pada umumnya jika proses berjalan baik maka hasil akan baik, maka bagi rekan-rekan guru, selalu berkomitmen untuk melaksanakan proses pembelajaran sebaik-baiknya.
Sudah wajar jika sesuatu yang baru akan dirasakan lebih sulit karena setiap sesuatu yang baru perlu adanya penyesuaian disana-sini. Namun sebagai guru sebaiknya merespon setiap perubahan dengan positif dan didukung dengan adanya perubahan-perubahan dari sisi individu secara positif, dan sebagai bentuk dari inovasi diri seorang guru demi kemajuan anak-anak didiknya.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar dan pendapat Anda. Ini sangat berarti bagi saya. Terimakasih.