Ujian Kompetensi Guru (UKG) yang baru saja dilaksanakan hasilnya tidak memuaskan. Apakah guru tidak profesional sehingga tidak bisa menyelesaikan soal-soal uji dengan baik? Menurut Nurcholis Sunuyeko, Rektor IKIP Budi Utomo Malang mengatakan bahwa UKG tidak efektif untuk dijadikan alat ukur dalam penilaian profesionalitas guru.
"Apa yang dilakukan di kelas akan berbeda dengan materi yang diujikan dalam UKG, sehingga kalau ada guru yang hasil UKG-nya kurang bagus bukan berarti guru yang bersangkutan tidak berkualitas atau tidak berkompeten" (Kompas, 19-8-2012).
Perlu adanya kajian di lapangan sehingga materi lebih akurat dan mewakili tugas guru. Banyak guru, terutama guru SD yang tidak mengajar keseluruhan materi yang diujikan dalam UKG, sehingga ketika mereka melaksanakan UKG mereka mempelajari ulang materi yang tercantum dalam kisi-kisi. Tentu ini hasilnya tidak maksimal karena waktu yang sangat terbatas.
Pemantauan oleh Kepala Sekolah dan Pengawas ada baiknya, namun juga ada kekurangannya. Apabila kualitas Kepala Sekolah dan Pengawas baik didukung dengan kinerja yang sesuai prosedur insya Allah dapat tercapai guru yang baik pula. Namun di lapangan kadang ditemui pengawasan oleh Kepala Sekolah dan Pengawas kadang hanya sebagai formalitas, ewuh pekewuh dan berlaku subjektifitas.
LPTK juga sangat berperan dalam mencetak calon-calon guru yang profesional. Di Indonesia LPTK negeri hanya 12, sedangkan LPTK swasta hampir 400. Fasilitas di LPTK swasta masih banyak yang kurang memadai, hal ini tentu berpengaruh terhadap kualitas lulusan (calon guru) yang jumlahnya lebih banyak dari LPTK swasta. Untuk itu benahi LPTK hingga semua memenuhi standar yang baik agar mencetak generasi guru yang baik pula.
Harapan kesejahteraan profesi guru juga berpengaruh. Profesi Hakim, Jaksa, Dokter dan pegawai Pajak harapan kesejahteraannya lebih menjanjikan dibandingkan dengan profesi sebagai guru. Hal ini tentu berpengaruh terhadap motivasi generasi muda yang akan melangkah untuk menekuni dunia guru lebih rendah, atau bahkan lebih sadisnya sebagai "pilihan terakhir". Akibatnya tingkat persaingan cukup rendah, sehingga kualitas intake bagi calon profesi ini juga rendah. Untuk itu, filosofi "pahlawan tanpa tanda jasa" tetap perlu disandang pada diri guru agar ada calon guru yang cerdas dan memiliki semangat juang tinggi tidak semata-mata hanya untuk mengejar materi, tapi demi mencerdaskan bangsa Indonesia tercinta.
Semoga dengan i'tikat baik dari dalam diri guru serta dibenahinya semua elemen ini kedepan guru kita lebih profesional.
"Apa yang dilakukan di kelas akan berbeda dengan materi yang diujikan dalam UKG, sehingga kalau ada guru yang hasil UKG-nya kurang bagus bukan berarti guru yang bersangkutan tidak berkualitas atau tidak berkompeten" (Kompas, 19-8-2012).
Perlu adanya kajian di lapangan sehingga materi lebih akurat dan mewakili tugas guru. Banyak guru, terutama guru SD yang tidak mengajar keseluruhan materi yang diujikan dalam UKG, sehingga ketika mereka melaksanakan UKG mereka mempelajari ulang materi yang tercantum dalam kisi-kisi. Tentu ini hasilnya tidak maksimal karena waktu yang sangat terbatas.
Pemantauan oleh Kepala Sekolah dan Pengawas ada baiknya, namun juga ada kekurangannya. Apabila kualitas Kepala Sekolah dan Pengawas baik didukung dengan kinerja yang sesuai prosedur insya Allah dapat tercapai guru yang baik pula. Namun di lapangan kadang ditemui pengawasan oleh Kepala Sekolah dan Pengawas kadang hanya sebagai formalitas, ewuh pekewuh dan berlaku subjektifitas.
LPTK juga sangat berperan dalam mencetak calon-calon guru yang profesional. Di Indonesia LPTK negeri hanya 12, sedangkan LPTK swasta hampir 400. Fasilitas di LPTK swasta masih banyak yang kurang memadai, hal ini tentu berpengaruh terhadap kualitas lulusan (calon guru) yang jumlahnya lebih banyak dari LPTK swasta. Untuk itu benahi LPTK hingga semua memenuhi standar yang baik agar mencetak generasi guru yang baik pula.
Harapan kesejahteraan profesi guru juga berpengaruh. Profesi Hakim, Jaksa, Dokter dan pegawai Pajak harapan kesejahteraannya lebih menjanjikan dibandingkan dengan profesi sebagai guru. Hal ini tentu berpengaruh terhadap motivasi generasi muda yang akan melangkah untuk menekuni dunia guru lebih rendah, atau bahkan lebih sadisnya sebagai "pilihan terakhir". Akibatnya tingkat persaingan cukup rendah, sehingga kualitas intake bagi calon profesi ini juga rendah. Untuk itu, filosofi "pahlawan tanpa tanda jasa" tetap perlu disandang pada diri guru agar ada calon guru yang cerdas dan memiliki semangat juang tinggi tidak semata-mata hanya untuk mengejar materi, tapi demi mencerdaskan bangsa Indonesia tercinta.
Semoga dengan i'tikat baik dari dalam diri guru serta dibenahinya semua elemen ini kedepan guru kita lebih profesional.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar dan pendapat Anda. Ini sangat berarti bagi saya. Terimakasih.